Sekilas Cerita Tentang 5 Lagu Favorit 2018 Saya dalam Artikel Rilisan Gemusik

Akhir tahun 2018 kemarin, Gemusik memasukkan saya dalam daftar kolega yang diminta memberi 5 lagu favorit yang rilis sepanjang 2018. Thank you, Gemusik! Seolah jadi trigger, konten itu malah bikin saya pengin menjabarkan tiap lagu yang saya setor ke editorial mereka itu. Beberapa lagu pasti kamu juga sudah pada tahu, dan beberapa lagi mungkin hanya sedikit yang mendengarkannya.

Baiklah, yuk langsung kita mulai, dari yang pertama, -seperti yang tertulis dalam artikel Daftar Lagu Terbaik 2018 di Gemusik- berdasarkan abjad.

Atlesta – “Pesona”


Saya ngefans sama Atlesta, bahkan sejak belum banyak muda-mudi sing along di venue tempat dia perform. Saya ingat, waktu itu dia jadi pembuka acara di Levels Brewhouse yang menampilkan The Milo, band yang waktu itu juga jadi favorit saya. Saya datang justru bukan untuk The Milo, tapi lebih awal, saat venue masih sepi, saya ikut bersenandung saat Atlesta di atas panggung. Saya hadir dalam pesta pertama mereka yang liar, dan ikut dimabuk suasana.

Tahun demi tahun, album demi album, dan masih belum habis euforia tentang Gestures, tahun 2018 kemarin dia rilis single baru. Untuk pertama kalinya Atlesta bikin lagu paka Bahasa Indonesia, dan seagai permulaan, saya rasa mereka berhasil. Selepas intro singkat 15 detik, masuk lagu, entah kenapa saya merasakan ada nuansa Dewa 19 di situ. Masuk reffrain, saya dipaksa untuk bergoyang mengangkat tangan mengikuti irama, sambil ikut bernyanyi.

Seperti dalam surat terbuka Atlesta yang diunggah di akun Instagram-nya, Pesona ditulis sebagai secuil gambaran kecil tentang fenomena urban di era digital, terkait pertumbuhan teknologi dan media sosial. Lagu ini mengingatkan bahwa generasi sekarang ini sedang diuji tentang efek buruk dari penggunaan media sosial yang berlebihan, bagaimana kecemasan dan depresi meningkat akibat selalu membandingkan diri dengan kehidupan orang lain.

Atlesta benar, bahwa itu semua hanya candu semu dan keindahan yang palsu. Apa yang kita lihat di media sosial, belum tentu itu yang terjadi dalam dunia nyata dari orang-orang yang kita bandingkan hidupnya dengan diri sendiri. Masih banyak realita yang lebih seru dan perlu dihidupi di luaran sana. Masih dalam surat terbukanya, pesan yang disampaikan, ambi segala yang baik dan buang yang menurut kita tidak benar atau berdampak buruk, Jadilah dirimu!

Dhira Bongs – “Jangan Tumbuh”


Musisi yang satu ini merebut hati saya sejak Akhir 2013. Di Taman Budaya Senaputra, cewek ini tampil menghipnotis muda-mudi Kota Malang yang hadir dalam event yang saya lupa itu apa. I love the way she rearrange "I Shot The Sheriff" yang dibawakannya di atas panggung. Sejak itu, saya langsung kepo lagu-lagu dia di segala platform musik, Souncloud hingga YouTube. Beberapa gubahannya selalu berhasil bikin adem, chilling banget lah pokoknya.

Mungkin tak banyak yang mendengarkan lagu-lagu Dhira, tapi saya selalu memutarnya di Spotify saat butuh menyegarkan pikiran. Tak jarang saya menikmatinya sambil memejamkan mata, seperti single Jangan Tumbuh yang dirilisnya 2018 lalu. Dalam lima tahun saya jadi penikmat lagu dan musiknya, sungguh Dhira adalah musisi yang berkembang makin baik. Buat yang belum kenal Dhira, soba saja putar lagunya di sore jelang senja yang jingga.

Jangan Tumbuh menceritakan tentang rasa yang salah, yang tak seharusnya tumbuh. Saya pernah ada dalam posisi seperti ini, silau akan sosok lain yang lebih berkilau. Dalam doa saya setiap malam, saya meminta supaya kilaunya tak mengalahkan kilau yang sudah saya punya. Kalau lagu ini sudah ada di circa itu, pasti bakal jadi salah satu soundtrack kehidupan cinta labil saya. "Jangan. Aku sudah denganmu. Aku, dia, tak ada. Jangan buat tumbuh, rasanya..."

John Mayer – “New Light”


Ratusan juta orang di muka bumi ini pasti kenal siapa dia. Tak perlu diceritakan seberapa gila saya pada musiknya, terbukti di  2018 John Mayer jadi musisi nomor satu, teratas dan paling sering diputar dalam playlist saya. Kehidupan pribadinya, saya tak mendalami. Instagram stories-nya, saya tak terlalu menyambut heboh. Buat saya pribadi, ketampanannya masih kalah menggoda ketimbang lagu-lagunya. XO masih jadi favorit hingga saat ini.

New Light mewarnai pertengahan tahun yang mulai berat. Saat penat di kantor, putar lagu ini, goyang sedikit, ceria lagi. New Light bikin heboh dengan video klip yang memang sengaja dibikin 'murahan'. Mayer dengan hoodie ungu dan celana kain ala orang bangun tidur, hanya bergoyang-goyang aneh di depan green screen. Hasil jadinya, bisa dilihat di video itu, apa saja yang ditempel menggantikan green screen. Sederhana, tapi justru menarik perhatian.

As always, lagu-lagu Mayer, termasuk New Light, punya lirik yang sederhana, bukan kalimat puitis langitan yang ribet dan susah dicerna. Sepertinya memang sudah jadi ciri khas dia: lugas tapi manis. Ah ya, tahun 2019 ini dia bakal manggung di Indonesia loh. Saya nonton? Kalau ada tiket gratis boleh deh. Seiring makin banyak musisi favorit bertandang ke Indonesia, semakin realistis pula hidup saya, yang bikin mikir berkali-kali buat pengeluaran. Sedih deh!

Michael Buble – “Love You Anymore”


Sarapan saya sehari-hari, terutama kalau selepas Subuh tidak kembali ke tempat tidur. Sayangnya mas suami bukan orang yang menikmati musik dengan berdansa, padahal lagu-lagu Michael Buble pas banget untuk berpelukan mengawali hari. Kalau di era kakek dan nenek saya sudah ada Buble, pasti dansa pagi mereka bukan pakai lagu Quizas, Quizas, Quizas atau Pepito Mi Corazon. Waktu saya kecil, pemandangan bangun tidur saya ya mereka lagi dansa.

Love You Anymore dirilis dalam studio album ke-10 atau ke-8 yang dirilis major label, "Love (Deluxe Edition)" di tahun 2018 kemarin. Isi albumnya sih kebanyakan lagu-lagu lawas yang diaransemen ulang dan tentunya dance-able banget. Secara khusus, saya tidak mendalami lirik lagu yang saya putar hampir tiap hari ini. Untuk Buble, dan beberapa lagu dari musisi lain yang saya benar suka, memang kebanyakan saya lebih perhatian sama musik ketimbang iriknya.

The Upstairs – “Semburat Silang Warna”


Nah, kalau yang satu ini memang beda warna musik dari empat lagu favorit saya sebelumnya. The Upstair sendiri punya tempat khusus dalam hati saya, yang meski sudah tersimpan jauh di bawah, tapi masih saja bisa menguraikan wangi 2006, jalanan basah Kota Jakarta, dan venue-venue manggung mereka. Sementara saya menenteng bayi di dalam perut, ikut dalam barisan muda-mudi kekinian kala itu, dan meneriakkan lirik, "Disko, disko. Disko darurat!"

Judul dan lirik lagu Semburat Silang Warna ini terinspirasi dari gambar bikinan anak Jimi Multhazam yang ditempel di lemari pendingin. Dia mencoba menerjemahkan apa yang ada di dalam gambar tersebut dalam lirik. Sedangkan untuk judulnya, Jimi memperhatikan bagaimana cara anaknya menggambar, dari warna yang cerah, ditimpa warna-warna lain sampai jadi gelap. Sedangkan untuk video klip yang arcade game banget itu merupakan ide dari Dian Tamara.

Lagu ini masuk dalam EP dengan judul sama, Semburat Silang Warna, yang berisi lima lagu dengan musik disko elektro retro (saya menamakannya begitu), dan lirik sarat pesan moral samar khas The Upstair. Ah ya, lagu Televisi juga jadi salah satu favorit saya dalam album ini. Kalau kamu belum dengar, buruan lah meluncur ke Spotify, search Semburat Silang Warna, dan ajak kakimu bergoyang diiringi musik The Upstair.

Well, dari lima lagu pilihan saya ini, adakah yang juga termasuk dalam daftar lagu favorit 2018 kamu?

No comments:

Powered by Blogger.